Bahagia Guru Itu Sederhana
“Coba dari dulu guru matematikanya kayak bapak, saya kan gak
takut dengan matematika”
Celetuk seorang anak SMA jurusan IPS kepada saya, ketika
setelah menjelaskan beberapa materi di depan kelas. Saya Cuma tersenyum
meskipun dalam hati senangnya bukan main. Jadi bahagianya guru itu sederhana,
bukan gaji besar atau bisa upload mobil hasil keringat sendiri, karena itu cuma
bonus saja.
Tentu kepuasan tersendiri diperoleh ketika ada siswa yang
dari takut menjadi tidak takut untuk belajar dan bahkan malah senang untuk
belajar sebuah mata pelajaran yang mungking dibenci dan ditakuti oleh mayoritas
anak bangku sekolahan.
Salah besar ketika kita selalu berpikir matematika itu mata
pelajaran yang sulit dan ditakuti, karena menurut saya kalau anda sudah bisa
berbelanja dengan benar ya berarti anda sudah pintar matematika, apalagi sudah
bisa memperhitungkan besar potongan yang akan diperoleh ketika ada promo
diskon.
Kenapa pintar matematika itu sangat sederhana? Iya, saya jawab memang sederhana, kenapa
sederhana? karena pintar itu tak selalu
harus bisa semua hal dan bernilai
sempurna kan? Pintar matematika iya
cukup bisa menerapkan apa yang dipelajari disekolah dan diterapkan dikehidupan
sehari hari, itu baru namanya pintar persi saya.
Terus bagi anda dengan nilai 100 di rapot bisa dianggap
pintar? Ya tentu belum menjamin nilai 100 di rapot bisa menjadikan anak itu
pintar, itu kan cuma angka bisa ditulis kan? Kita lihat dulu siswa yang dapt
100 itu ketika bermasyarakat bisa gak bersosialisasi? Atau bisa gak membantu
memecahkan masalah yang berhubungan dengan matematika di masyarakat? Kalau bisa, oke saya akui dia
pintar ;)
Ketika memberikan Ulangan kenapa anda tak pernah diam di
dalam kelas dan bahkan diam di luar kelas? Anda tidak takut mereka menyontek
atau kerjasama?
Hahaha… saya sebagai guru selalu menanamkan sikap positif
kepada anak didik saya, kenapa saya harus ragu meninggalkan mereka ketika
ulangan? Apakah dengan di awasi menjamin mereka tidak menyontek? Belum tentu
bukan? Mereka Cuma sekedar ulangan bukan je penjahat sekelas koruptor dan
teroris yang harus di awasi.
Untuk mensinergikan ucapan dan perbuatan, saya membuat
kesepakatan dulu dengan para siswa, mau ulangan seperti bagaimana, tawaran yang
paling menyenangkan bagi siswa adalah ketika saya tawarkan open book, alias
boleh lihat catatan selama ulangan asal tak boleh menyontek ke temen, kalau
menyontek ke temen nilai nya nol.
Sepakat? Iya mereka sepakat, karena mareka tidak tahu
bagaimana saya mercancang soal ulangan, 30 anak, saya buat 30 soal berbeda dengan tingkat kesukaran yang
sama dan tentu tidak keluar dari Standar kompetensi yang harus dicapai anak.
Caranya? Gampang….dan tentu tidak perlu saya jelaskan disini.
Dengan cara begitu, saya bisa meninggalkan mereka ketika
ulangan, karena menyontek pun mareka akan sulit karena soal berbeda, apalagi
dengan saya perbolehkan open book.
Ulangan kok open book? Bukannya itu tidak sama dengan
nyontek? Atau bahkan anak anak tak akan belajar ketika mau ulangan?
Itu bukan serta merta menyontek, itu kan belajar kembali..Cuma berbarengan
dengan ulangan kan gak mesti belajar pas mau ulangan saja? Haha
pinter kan saya ngeles? Hahaha
Itu cuma strategi saya untuk mengalihkan perhatian siswa
dari menyontek ke temen, kalau siswa cerdik, bukan hanya sekedar pintar, pastilah anak itu akan berpikir “ini
ulangan open book, kalau kalau saya tak belajar sebelum ulangan, saya tak akan
tahu dimana posisi materi di buku catatan, jadi saya harus belajar agar besok
lebih gampang mencari materinya ketika open book” atau “ wah minggu depan open book, Cuma ngabisin
waktu ulangan saja, oke saya belajar saja, pas ulangan biar santai” kurang
lebih siswa akan berpikir seperti itu.
Jadi meskipun open book bukan berarti siswa akan malas
belajar kan? Malah dia akan lebih senang belajar untuk mempersiapkan ulangan. Secara
tidak langsung ketika ulangan, siswa akan lebih rileks menghadapi soal soal
ulangan karena di otaknya sudah ter mindshet mereka punya bantuan yaitu open
book, tapi karena sebelumnya sudah hapal posisi dan materi jadi ya tanpa open
book seharusnya mereka bisa jawab. Namun namanya juga manusia ada ada anugrah
lupa, jadi ketika lupa yang mereka open book. Jadi open book itu kan alat
bantu, sama halnya alat tulis, tanpa alat tulis kan mereka tak bisa menulis
jawabannya kan?
Oya, semua yang saya terapkan di kelas IPS dan IPB ini belum
tentu berhasil diterapkan dikelas lain,,jadi sebelum menerapkan apa yang saya
terapkan pelajari dulu karakter siswa anda ;)
“Guru, ada ketika anda membutuhkannya, namun anda tak
menginginkannya, dan guru akan pergi ketika anda tak lagi membutuhkannya namun
anda menginginkannya”
Komentar
Posting Komentar